2/27/2015

Waktu itu ~

Payah diri ini karena terlalu lelah sampai sudah waktunya menyerah. Ingin rasanya hati ini pecah untuk sekedar memilah menemukan diri yang hatinya juga terbelah. Hanya diri ini saja, hanya insan seperti aku saja. Terlihat bersahaja walau hati mulai tertutup senja. Senja yang katanya sementara namun ternyata sulit tiada tara. Memulai meski belum ada yang memulai, mengakhiri meski sudah seharusnya berakhir.
Apakah kamu tidak pernah jatuh setelah patah? Tidak pernah cinta setelah terluka? Ini hanya untukmu, yang menoleh ketika bisikan aku menorehkan sedikit kisahmu saja. Lalu apa yang aku ingat? Penat, merintih merasa ini tak seharusnya dinanti. Soal gender yang membuat minder hanya membuat mereka ramai saat kita baru memulai. Apa yang dimulai? Karena kamu hanya terkulai merajut mengatakan ini tak perlu untuk berlanjut. Karena kamu tidak pernah memulai sebelumnya, dengan siapapun itu.
Apa yang membuatku saat ini gusar? Apa karena kamu tidak ingin patah setelah patah, atau aku yang tak menarik untuk sekedar dilirik? Sementara ini, aku jatuh masih tersayat oleh penatku sendiri. Tak semestinya ini berlanjut mengingat kabut yang waktu itu saja kita rasakan. Karena waktu itu mungkin hanya candaan yang hanya mengusik gundahan kecilmu. Karena kamu berfikir terlalu kikir untuk diukir dalam kisah yang akan berakhir.
Kita sama, tapi hanya mereka yang merasa. Aku? Melawan untuk segera menghadapkan diri pada kaca. Kamu? Tak mungkin selintas saja menuliskan aku dalam kertas penamu. Lantas mengapa aku merasa hati ini terkuras, seakan kaca itupun menghantam dengan keras membuat bekas waktu itu.
Jatuhku cinta tapi tak meminta, rinduku sendu tapi tak mengadu. Resahku basah tapi terpisah. Rasa ku asa tapi tak kau rasa. Sepi ku menepi tapi hanya mimpi. Bingungku linglung tapi terbendung. Kamu pun tau kita hanya bertemu satu waktu. Namun aku yang tak mampu untuk tau kamu hanya menyatu pada waktu itu.
Mengapa aku merasa lebih sendu setelah ini, perasaan yang tak menentu mulai menyatu yang bukan denganmu, tapi dengan indahnya waktu itu. Sampai kini aku hanya menjadi penghafal yang cepat namun tak melupakan dengan hebat. Karena waktu itu terlalu kuat untuk diingat.

Lewat menulis mataku teriris mengenang waktu itu ketika kita berbaris melihat ada penat yang tak perlu diingat. Meski mata ini terlalu dekat dengan belikat itu, tapi tersekat oleh hatimu. Lewat membaca diriku berkaca mengingat waktu itu ketika kita hanya sebatas cerita. Meski diri ini melebihi harapan yang sekedar waktu itu saja. Waktumu, waktu itu bukan untuk kita bertemu. Namun itu hanya candu yang perlu saya menyatu pada waktu itu.

No comments:

Post a Comment