Payah diri ini karena
terlalu lelah sampai sudah waktunya menyerah. Ingin rasanya hati ini pecah
untuk sekedar memilah menemukan diri yang hatinya juga terbelah. Hanya diri ini
saja, hanya insan seperti aku saja. Terlihat bersahaja walau hati mulai tertutup
senja. Senja yang katanya sementara namun ternyata sulit tiada tara. Memulai meski
belum ada yang memulai, mengakhiri meski sudah seharusnya berakhir.
Apakah kamu tidak pernah
jatuh setelah patah? Tidak pernah cinta setelah terluka? Ini hanya untukmu,
yang menoleh ketika bisikan aku menorehkan sedikit kisahmu saja. Lalu apa yang
aku ingat? Penat, merintih merasa ini tak seharusnya dinanti. Soal gender yang
membuat minder hanya membuat mereka ramai saat kita baru memulai. Apa yang
dimulai? Karena kamu hanya terkulai merajut mengatakan ini tak perlu untuk
berlanjut. Karena kamu tidak pernah memulai sebelumnya, dengan siapapun itu.
Apa yang membuatku saat
ini gusar? Apa karena kamu tidak ingin patah setelah patah, atau aku yang tak
menarik untuk sekedar dilirik? Sementara ini, aku jatuh masih tersayat oleh
penatku sendiri. Tak semestinya ini berlanjut mengingat kabut yang waktu itu
saja kita rasakan. Karena waktu itu mungkin hanya candaan yang hanya mengusik
gundahan kecilmu. Karena kamu berfikir terlalu kikir untuk diukir dalam kisah
yang akan berakhir.
Kita sama, tapi hanya
mereka yang merasa. Aku? Melawan untuk segera menghadapkan diri pada kaca. Kamu?
Tak mungkin selintas saja menuliskan aku dalam kertas penamu. Lantas mengapa
aku merasa hati ini terkuras, seakan kaca itupun menghantam dengan keras
membuat bekas waktu itu.
Jatuhku cinta tapi tak
meminta, rinduku sendu tapi tak mengadu. Resahku basah tapi terpisah. Rasa ku
asa tapi tak kau rasa. Sepi ku menepi tapi hanya mimpi. Bingungku linglung tapi
terbendung. Kamu pun tau kita hanya bertemu satu waktu. Namun aku yang tak
mampu untuk tau kamu hanya menyatu pada waktu itu.
Mengapa aku merasa lebih
sendu setelah ini, perasaan yang tak menentu mulai menyatu yang bukan denganmu,
tapi dengan indahnya waktu itu. Sampai kini aku hanya menjadi penghafal yang
cepat namun tak melupakan dengan hebat. Karena waktu itu terlalu kuat untuk
diingat.
Lewat menulis mataku
teriris mengenang waktu itu ketika kita berbaris melihat ada penat yang tak
perlu diingat. Meski mata ini terlalu dekat dengan belikat itu, tapi tersekat oleh
hatimu. Lewat membaca diriku berkaca mengingat waktu itu ketika kita hanya
sebatas cerita. Meski diri ini melebihi harapan yang sekedar waktu itu saja. Waktumu,
waktu itu bukan untuk kita bertemu. Namun itu hanya candu yang perlu saya
menyatu pada waktu itu.
No comments:
Post a Comment