11/25/2016

Kata Saya

Perlu diketahui, saya tidak berjalan sendiri. Karena saya bersama keyakinan saya.

Saya memutuskan pergi bukan karena tidak kuat bertahan, tapi saya perlu tahu apa alasan saya bertahan.

Saya percaya, tidak ada yang sia sia dalam hidup saya. Hanya saja saya perlu menerima bahwa hidup bukan saja tentang manfaat.

Sekali lagi, saya bukan tidak ingin pergi. Tapi, saya belum tahu akan pergi kemana.

Saya sudah menemukan alasan untuk pergi, yang saya khawatirkan, saya tidak menemukan alasan untuk kembali.

Pernahkah kamu tau tentang masa yang sangat dirindukan, sejak saya mulai mengerti tentang menerima masa lalu dan merang1kainya menjadi masa depan.

Sejak diputuskan pergi, saya perlu tau tentang keyakinan. Saya yakin tidak akan pernah kembali.

Saya tidak lebih dari seorang pemberani, mengambil sebesar besarnya resiko untuk pergi karena itu lebih berarti dari bertahan dengan banyak banyak resiko.

Saya tidak lagi percaya pandangan masa depan saat saya berusia 6th, yang saya perlu ketahui saya sudah pada masa dimana kenyataan sudah didepan, saya bukan bicara tentang nanti. Tapi mengambil keputusan saat ini sangat berarti untuk masa yg sudah didepan.

Skrg, bukan lagi tentang mewujudkan cita cita. Tapi tentang menerima, bahwa dalam mewujudkannya saya perlu bicara tentang ketidakmungkinan yang menjadi mungkin.

Tuhan, saat ini saya hanya berdoa. Berikanlah segala kekuatan pada saya tentang menerima kenyataan hari ini demi kenyataan esok, lusa dan seterusnya.

Tidak ada yang berubah dari cita cita saya, saya hanya ingin bahagia menjadi membahagiakan. Begitupun dengan menerima bahwa saya tidak mungkin mencapainya dengan cara yang sama ketika mindset saya berumur 6th.

Ini bukan tentang cita cita lagi, dorongan untuk selalu berbuat yang terbaik menjadi perihal yang sangat sensitif, karena menyangkut kerelatifan arti tentang sukses.

Karena ini berat, dan cara yang terpikir untuk mewujudkannya sulit. Saya berhak mundur, berhak pergi untuk sekadar mengikhlaskan jalan yang berat dan sulit itu, karena saya tau kalaupun banyak jalan menuju roma, banyak jalan juga menuju mekkah. Saya percaya tujuan saya sudah berbeda karenanya saya perlu tindakan nyata untuk mencapainya.

Saya mengerti bagaimana orang akan menilai saya, menyayangkan hal yang sudah terjadi. Tapi akan lebih menyesal ketika saya mengikuti nafsu tentang satu hal dan lupa esensi tentang masa depan yang begitu luas.

Bukannya ada orang yang tidak mencapai cita citanya tapi dia tetap bahagia, begitupun dengan saya.

Zainab 21 th~

11/17/2016

Makhluk pilihan

Kalau saya jadi kamu, saya akan bertahan pada pilihan. Sekalipun itu menyakitkan, tapi awalnya saja. Ketika kita berusaha meyakinkan diri, kita tidak tau sejatinya rasa sakit. Seakan angin berlalu, berhembus saja.

Saya. Sekarang saya lebih sering memakai kata ini. Rasanya sudah ada penjelmaan diri pada kata itu. Diri telah masuk padanya. Karena sebagian besar cerita tentang saya, bukan kamu, dia dan lainnya. Saya rasa, saya akan selalu berhak menjadi satu orang yang utuh. Memiliki dirinya sendiri, sendiri saja.

Kamu. Bahkan siapa itu tentang kamu. Saya tidak berhak menjadikan kamu seutuhnya. Karena kamu milikmu sendiri. Pernahkah terpikir? Kamu akan sendiri? Terus? Bahkan kamu akan merasa sendiri ketika dengan orang lain selain saya. Benarkah? Tapi saya berhak berprasangka tentangmu, kalaupun Tuhan lebih berhak menjalankan rencanaNya.

Kamu dan saya belum menjadi kita. Dalam paragraf ini, saya tak menyebutnya menjadi kita.  Saya berjanji, ketika penyatuan itu menjadi kesatuan yang utuh menurut Tuhan. Saya berharap pada kesempatan lain tidak ada lagi saya dan kamu. Tapi, Kita~

Berlari lah karena saya tak berkenan mengejarmu, jangankan menyaingimu berjalan saja saya tak ingin. Saya sedang berhenti, berfikir bagaimana diri membiarkanmu pergi, seolah saya percaya akan ada orang setelah kamu yang sedang berlari mengejar saya. Saya terhenti karena sejenak terlintas, akankah pengejaran saya menjadikan kamu tetap kamu.

Tersenyumlah, pilihanmu adalah keyakinanmu. Hingga kini kamu berhenti pada orang pilihan yang sejatinya memilihmu. Saya bukan pilihan, saya terhenti karena saya pun pilihan. Lebih dari itu, manusia adalah makhluk pilihan. Dan sebagaimana pilihanmu itu meyakinkanmu.

Sekarang, saya tau rasanya. Saya berkewajiban menunggu, berjalan lambat dengan perasaan yang mulai terlepas dari masa lalu. Saya ingin, menemukanmu dalam perasaan yang berbeda. Dalam kondisi sebaiknya hati. Walaupun saya perlu kekuatan, saya perlu tenaga. Tapi, percayalah, Tuhan akan menunjukan siapa yang semakin kuat setelah ini selesai.