Entah, aku mungkin lelah dengan mu. Bukan
karena kamu terlalu sering datang untuk pergi. Tapi ketika kamu pergi dengan berjuta
harapan melayang tanpa menyadari diri bahwa kamu mungkin dan akan takkan
kembali lagi.
Mungkin ketika kamu pergi bukan saya yang
menanyakan kepergianmu untuk kedatanganmu berikutnya, tapi harapan saya.
Harapan tentang kita yang tidak pernah usai meski keadaan mampu menghapus kita.
Ini cerita tentang harapan bukan tentang
kamu dan saya. Perkenalan itu rasanya sudah jauh melewati kata dekat namun tak
sampai pada keadaan yang tepat. Mungkin waktu, keadaan, atau kamu? Bisa juga
saya. Saya pernah berdoa sebelum pendekatan ini meleset jauh dari perkiraan
saya. Yaa doa tentang diri yang tidak akan lagi menggoreskan luka orang lain.
Saya teringat itu ketika Tuhan berusaha mengajak bicara lewat malam yang selalu
terusik olehmu. Berbicara tentang kesadaran diri, tentang janji kepada diri
sendiri.
Saya memang salah, salah mengenal. Bukan
mengenal kamu, tapi mengenal arti cinta. Dulu, saya tau apa tentang cinta hanya
sekedar merasakan kenyamanan dengan adanya dia di samping kamu. Lebih dari itu
saya banyak belajar tentang cinta bukan hanya kata tapi hati nurani.
Saya tidak akan bosan untuk mengenal itu,
bahkan saya akan terus belajar meski kamu dan saya tidak akan pernah jadi kita.
Tapi yang pasti saya telah banyak mendapatkan manfaat dari pertemuan kita ini.
Terima kasih, Cinta tepatnya. Saya sangat
meminta untuk keikhlasan kamu mengikuti hati nurani saya. Maaf atas segala
perasaan salah/benar tentang diri kita. Tapi yang pasti kamu tidak pernah salah
dan benar. Kita hanya butuh pembelajaran.