5/03/2017

Satu saja

Beberapa ada yang datang lalu dihadapkan dalam dua pilihan, menyakiti atau disakiti. Atau bahkan merasa sekaligus diantaranya.
Tapi setelah itu, pernahkan diri sadar dan paham tentang hakikat mencintai seutuhnya, segala hal terjadi sesuai semestinya.
Mungkin, rasanya sakit hari ini dan luka luka itupun belum terobati lalu datang lagi hal baru yang membuat semakin sakit lagi.
Tapi sekarang, saya lebih mengerti kenapa semua itu terjadi. Ada hal yang membuat saya belajar bagaimana menata tanpa merusak, bagaimana melangkah tanpa meninggalkan.
Selalu saja sebelum saya yakin dia jodoh saya, hal yang paling ditakutkan adalah kemungkinan saya akan menyakiti lagi hati org lain, bahkan disakiti oleh orang lain. *karena kamu berniat untuk disakiti/menyakiti* Setiap alasan itu muncul, jawaban seperti ini yg saya terima dari orang lain.
Saya kenapa begitu yakin hari ini, langkah kecil dari begitu banyak tujuan saya membawa pada ketepatan tujuan itu. Seketika menjadi besar dan kuat untuk melangkah lagi lagi.
Mungkin, saya satu diantara banyak pihak yang berkata dan berprinsip bahwa saya tidak akan benar sejatuh jatuhnya mencintai seseorang diluar ikatan pernikahan.
Saya yakin, setiap pihak mengerti arti bahagia sesungguhnya dan mengerti kalau pihak manapun yang menyatakan kebenaran cintanya lalu tidak ada niat untuk menikahi itu hanya bualan belaka, menikah itu membahagiakan. Menyempurnakan kesejatian cinta bukan?
Saya hanya ingin menemukanmu, satu saja buat saya, dan satu saya buat kamu. Saya bertemu diantara beberapa peluang dalam ribuan orang yang beragam. Saya seyakin ini, setegar ini menunggu. Saya tidak pernah takut pernah berkata tidak, pernah berkata belum, dan pernah berkata jangan pada orang lain. Setegas itu, karena kamu mungkin melakukan hal yg sama.

1/23/2017

Damai

Kau tau? Rasanya menggilai sesuatu.
Menginginkannya, tapi tak sampai kau sapa.
Segan, malu dan timbul perasaan tak menentu.
Sampai disitu saja, rasanya ada apa.

Saya yang tau, Bagaimana setelahnya.
Sekian banyak candaan yg dipulihkan.
Mulai merengek minta jawabnya.
Maunya segera fakta dibuktikan.

Saya lebih tau, Bagaimana kejadiannya.
Perih, melukai sedikit harapan.
Hilang begitu,
Pudar saja,
Tiba tiba berlari,
Mengejar, sambil tak henti berbicara
Dalam hati saja.
Dalam hening, menciptakan ruang.
Hanya ingin merasa memiliki.
Menyepi, sampai tepi.

Kalian tidak tau.
Rasanya harus pergi pada hal yang ternikmati.
Pada hal yang membuat jatuh hati.
Dengannya, ada benih yg menyemangati.
Dengannya, ada kesan yang menanti.
Setiap hari, waktu, bahkan detik.
Hampir saja terlena, karena senangnya begitu menggelitik.
Tak sulit, tak mudah, namun sedikit menuai kritik.
Segitu saja, tapi membuat tak berkutik.


Kau tidak ingin tau.
Setelah pergi, penawaranmu tak kuhiraukan.
Kau bilang seperti membodohi.
Kesempatan tak kuambil katamu.
Menyedihkan, merogoh pandangan tentangmu.
Kamu, kalian? Yaaa sudikah kau mengetahui.

Sepeninggalanmu, ada org yg begitu memohon hujan berbondong lebat.
Meminta panas menundukan terik.
Merengek musik meraung keras.
Menuntut cerita menduduki dirinya.

Kau tau, begitu beratnya. Hingga tak sanggup lagi ku bawa. Hanya ingin menggeletak. Terbujur meninggalkan harap. Hingga sadar, ada jiwa yang kau siasiakan. Jiwa yg lengket dengan api, berkobar tak merah hanya saja sulit dipadamkan. Rasanya sampai situ saja, diam karena tak ada lagi. Sekian, hampir membunuhi diri. Sendiri, bagai tak mengenal arti.

Ini bukan tentang tuntutan
Bukan pula rintihan, menetes hingga basah.
Sulitnya tidak perlu kau lukis, apalagi kau untai.
Saya hanya perlu lapang, perkataan yg menggilas ikhlas. Tanpa maksud, tanpa kerumitan.
Polos saja, karena tak perlu kau ajukan isi otak itu. Bukan, bukanku tak ingin mendengar alunan kritik itu. Bukanku tak lepas bertanya warna hidup itu.

Bukan ku lebih mengetahui.
Sampaikanlah, karena dalam hujan kau tak mendengar, dalam panas kau tak melihat, dan dalam bising kau tak hiraukan.
Damai bagiku lebih dari keindahan.
Bagi diriku sendiri, saja. Sekali lagi.
Karena tak ada tali yang mengaitkan kita.

12/27/2016

Kedua Kali

Untuk yang kedua kalinya saya merasa jatuh hati itu menyakitkan~
Saya merasa mengalami kegagalan untuk yang kedua kalinya.

12/06/2016

Ketidakinginan

Dalam cerita ini, saya ingin menuliskan beberapa hal. Mungkin, semuanya saya sudah jelaskan agar Tuhan mengerti, bahkan saya selalu berharap doa itu sedang dikemas Tuhan untuk rencana yang mengagumkan. Sejenak, saya berfikir.

Saya tidak bahagia, dalam hening kadang otak saya ramai riuh memadati pikiran. Dalam ramai saya hening pening menciptakan imajinasi hati. Mengapa saya katakan itu, saya tidak lagi berharap dibahagiakan. Saya bahagia ketika membahagiakan seperti itu kira kira.

Saya menjalani berbagai kisah, tentang cerita beberapa orang yang begitu ingin kebahagiaannya tercipta. Saya tidak mempermasalahkan itu.

Dari dulu saya belajar tentang pelayanan, melayani dengan hati. Saya ingin, org yang bertemu saya hari ini pulang dengan senyumannya yang tegas atau kesedihannya yang ikhlas. Percayalah, saya ingin bahagia dengan membahagiakan.

Setelah ini, saya tidak tau lagi. Saya tidak mengerti bagaimana hasilnya. Dalam pertanyaan itu kadang saya berfikir tentang bagaimana cara memberi yang terbaik pada negri.

Saya berputar memilih, seperti dimintai pertanggung jawaban tentang membahagiakan dirinya. Tidak hanya satu, kadang dalam kesempatan yg sama beberapa orang ingin dibahagiakan, ingin dirinya dilayani dengan hati. Tuhan.

Lalu pertanyaan berikutnya muncul. Kapan saya bahagia? Kapan saya dibahagiakan?

Seperti banyak tujuan.
Kebahagiaan begitu luas, hingga kini tak sanggup dirangkul.
Ini tentang siapa?
Begitu pertanyaan memenuhi kepala ini.
Akankah semua ini menemukan akhir?

Bukan saya lagi, kalian bahkan tentang beberapa pembicaraan.
Saya tidak bicara, diam terkunci karena pembicaraan.
Mengarah tetap pada keinginan yang tersusun.
Tak saya acak bahkan susunannya masih tetap utuh.

Taukah?
Dalam perasaan tak imbang, banyak begitu pertimbangan.
Bukannya diam itu memasrahkan?
Atau bertindak itu meresahkan?
Harus apa? Seperti ingin, sebentar lagi tak ingin.
Saya bukan lagi kosong yang sedang menunggu terisi.
Raga terasa penuh, sesak karena ingin tak jadi keinginan lagi.

Perlukah?
Saya menerima ketidakinginan ini.
Pergi lalu bertujuan kembali.
Saya perlu mengerti tentang arti pergi.
Setelah itu akan tau akan kemana kembali
Karena perihal menerima kembali sangat sulit diketahui.

Kata Saya II

Skrg, saya lebih suka bermain dengan kenyataan yang sulit dibanding saya harus belajar dengan imajinasi yang mudah.

Skrg, saya tau akan banyak yang membicarakan ini itu saya biarkan karena saya blm cukup bukti untuk menyatakannya, hanya saja saya berharap waktu dapat mempelajari proses saya.

Saya sudah cukup melihat, mendengar dan berbicara. Yang saya butuhkan hari ini adalah menindak lanjutinya

Sudah saatnya saya berubah, saat saya mengerti bahwa menerima kenyataan memang lebih terjangkau dibanding menerima angan tak terjangkau.

Saya tetap memiliki mimpi, mimpi itu akan saya rangkai sebaik mungkin, setidaknya saya bukan anak 6th yang memiliki impian.

Saya sudah lebih energik, beberapa kali terpaan datang. Saya pastikan saya lebih kuat dari sebelumnya karena yang saya tau masalah semakin menguatkan diri.

Percayalah, dalam mengambil keputusan kita perlu tau resiko terbesarnya, karena terlalu banyak resiko pun tidak begitu berarti.

Saya tidak lagi tau cara terbaik mengatasi ini selain menyadari, menerima dan menindak lanjuti karena hanya saya yang dapat melakukan itu.

Kalaupun hasrat itu lebih kuat dari kenyataan ini, saya lebih memilih berhenti dan menyatakan saya siap menghadapi kenyataan itu sendiri.

Saya tidak sedang dalam pilihan, yang saya tau hidup adalah tentang kebaikan, kalau tidak berarti kesia-siaan.

Kalaupun saya bertanya kenapa ini terjadi pada saya, saya tahu bahwa saya lebih kuat dari ini.

Zainab 21 th~

11/25/2016

Kata Saya

Perlu diketahui, saya tidak berjalan sendiri. Karena saya bersama keyakinan saya.

Saya memutuskan pergi bukan karena tidak kuat bertahan, tapi saya perlu tahu apa alasan saya bertahan.

Saya percaya, tidak ada yang sia sia dalam hidup saya. Hanya saja saya perlu menerima bahwa hidup bukan saja tentang manfaat.

Sekali lagi, saya bukan tidak ingin pergi. Tapi, saya belum tahu akan pergi kemana.

Saya sudah menemukan alasan untuk pergi, yang saya khawatirkan, saya tidak menemukan alasan untuk kembali.

Pernahkah kamu tau tentang masa yang sangat dirindukan, sejak saya mulai mengerti tentang menerima masa lalu dan merang1kainya menjadi masa depan.

Sejak diputuskan pergi, saya perlu tau tentang keyakinan. Saya yakin tidak akan pernah kembali.

Saya tidak lebih dari seorang pemberani, mengambil sebesar besarnya resiko untuk pergi karena itu lebih berarti dari bertahan dengan banyak banyak resiko.

Saya tidak lagi percaya pandangan masa depan saat saya berusia 6th, yang saya perlu ketahui saya sudah pada masa dimana kenyataan sudah didepan, saya bukan bicara tentang nanti. Tapi mengambil keputusan saat ini sangat berarti untuk masa yg sudah didepan.

Skrg, bukan lagi tentang mewujudkan cita cita. Tapi tentang menerima, bahwa dalam mewujudkannya saya perlu bicara tentang ketidakmungkinan yang menjadi mungkin.

Tuhan, saat ini saya hanya berdoa. Berikanlah segala kekuatan pada saya tentang menerima kenyataan hari ini demi kenyataan esok, lusa dan seterusnya.

Tidak ada yang berubah dari cita cita saya, saya hanya ingin bahagia menjadi membahagiakan. Begitupun dengan menerima bahwa saya tidak mungkin mencapainya dengan cara yang sama ketika mindset saya berumur 6th.

Ini bukan tentang cita cita lagi, dorongan untuk selalu berbuat yang terbaik menjadi perihal yang sangat sensitif, karena menyangkut kerelatifan arti tentang sukses.

Karena ini berat, dan cara yang terpikir untuk mewujudkannya sulit. Saya berhak mundur, berhak pergi untuk sekadar mengikhlaskan jalan yang berat dan sulit itu, karena saya tau kalaupun banyak jalan menuju roma, banyak jalan juga menuju mekkah. Saya percaya tujuan saya sudah berbeda karenanya saya perlu tindakan nyata untuk mencapainya.

Saya mengerti bagaimana orang akan menilai saya, menyayangkan hal yang sudah terjadi. Tapi akan lebih menyesal ketika saya mengikuti nafsu tentang satu hal dan lupa esensi tentang masa depan yang begitu luas.

Bukannya ada orang yang tidak mencapai cita citanya tapi dia tetap bahagia, begitupun dengan saya.

Zainab 21 th~

11/17/2016

Makhluk pilihan

Kalau saya jadi kamu, saya akan bertahan pada pilihan. Sekalipun itu menyakitkan, tapi awalnya saja. Ketika kita berusaha meyakinkan diri, kita tidak tau sejatinya rasa sakit. Seakan angin berlalu, berhembus saja.

Saya. Sekarang saya lebih sering memakai kata ini. Rasanya sudah ada penjelmaan diri pada kata itu. Diri telah masuk padanya. Karena sebagian besar cerita tentang saya, bukan kamu, dia dan lainnya. Saya rasa, saya akan selalu berhak menjadi satu orang yang utuh. Memiliki dirinya sendiri, sendiri saja.

Kamu. Bahkan siapa itu tentang kamu. Saya tidak berhak menjadikan kamu seutuhnya. Karena kamu milikmu sendiri. Pernahkah terpikir? Kamu akan sendiri? Terus? Bahkan kamu akan merasa sendiri ketika dengan orang lain selain saya. Benarkah? Tapi saya berhak berprasangka tentangmu, kalaupun Tuhan lebih berhak menjalankan rencanaNya.

Kamu dan saya belum menjadi kita. Dalam paragraf ini, saya tak menyebutnya menjadi kita.  Saya berjanji, ketika penyatuan itu menjadi kesatuan yang utuh menurut Tuhan. Saya berharap pada kesempatan lain tidak ada lagi saya dan kamu. Tapi, Kita~

Berlari lah karena saya tak berkenan mengejarmu, jangankan menyaingimu berjalan saja saya tak ingin. Saya sedang berhenti, berfikir bagaimana diri membiarkanmu pergi, seolah saya percaya akan ada orang setelah kamu yang sedang berlari mengejar saya. Saya terhenti karena sejenak terlintas, akankah pengejaran saya menjadikan kamu tetap kamu.

Tersenyumlah, pilihanmu adalah keyakinanmu. Hingga kini kamu berhenti pada orang pilihan yang sejatinya memilihmu. Saya bukan pilihan, saya terhenti karena saya pun pilihan. Lebih dari itu, manusia adalah makhluk pilihan. Dan sebagaimana pilihanmu itu meyakinkanmu.

Sekarang, saya tau rasanya. Saya berkewajiban menunggu, berjalan lambat dengan perasaan yang mulai terlepas dari masa lalu. Saya ingin, menemukanmu dalam perasaan yang berbeda. Dalam kondisi sebaiknya hati. Walaupun saya perlu kekuatan, saya perlu tenaga. Tapi, percayalah, Tuhan akan menunjukan siapa yang semakin kuat setelah ini selesai.