Kenapa datang lagi? Ketika semuanya belum
sempurna untuk dihancurkan. Meski terasa sebenarnya telah dibiarkan oleh
keadaan yang selalu kalah dengan perasaaan. Seakan lupa kejadian yang membuat
kita semakin hilang menelan segala harap yang tak sampai. Jika mimpi hanya
sekedar rumpi yang tak akan ada habisnya. Rupanya kita selalu merasa
dipertemukan untuk menyampaikan perasaaan yang tak sampai.
Kenapa pergi lagi? Ketika semuanya belum sampai
pada akhirnya untuk permulaan yang tak juga dimulai. Meski terasa sebenarnya
telah ada perasaan yang tak seharusnya. seakan lupa bahwa kamu akan pergi tanpa
alasan yang berarti lagi. Jika harap tak sampai pada sikap yang tak terjadi
pada diri. Rupanya kita selalu merasa menjadi diri walau pun bukan pada keadaan
sendiri.
Ketika datang, aku tidak pernah mengingat kamu
hilang. Bahkan ketika hilang, aku tidak pernah lupa kamu akan datang. Karenanya
kita merasa pasti walau tanpa bukti. Mereka tidak salah, begitupun kamu. Kenapa
harus membohongi jika ada yang menghalangi diri ini untuk ikhlas. Ikhlas
menerimamu datang kembali.
Kenapa pergi kalau akhirnya akan datang, kenapa
menjauh kalau akhirnya didiekatkan. Ini bukan tentang siapa? Tapi tentang
bagaimana. Sampai diri ini lupa dengan sendiri.
Tak mudah untuk percaya lagi denganmu, tak sulit
untuk menerima mu lagi. Karenanya rasa hanya soal waktu, mungkin hanya menunggu
kesempatan yang tak lama lagi datang.
Pertanyaan
tentang perasaan memang tak sempat dibalas dengan perasaan. Semakin terlihat
sakit ketika terdengar luka yang tak mampu terobati. Semakin terdengar perih
ketika tak mencapai pada puncaknya. Tak seharusnya merasa itu terasa,
selayaknya sakit ini tak sebaiknya disakiti. Karena biarkan ini berjalan untuk
kesekian kalinya. Tak seharusnya merasa itu terasa, selayaknya kecewa ini tak
sebaiknya dikecewakan karena dengan ini kita tidak akan pernah menyesal.
Ada
yang lain dari ini? Atau hanya diri ini saja. Merasa satu namun disatukan.
Merasa hanya aku namun dipercumakan. Atau aku yang salah menafsirkan, banyak
bisikan yang menyata begitu saja. Hati nurani atau hanya sebatas godaan. Banyak
terlintas tapi tak menyangkut dalam. Aku hanya ingin berdiri merasa mampu
dengan hati yang menentu. Walau bertanya sendiri dengan lugu, akankah aku hanya
satu namun diam seperti batu.