4/30/2016

Usia keemasan

Banyak perkiraan yang meleset, jatuh namun tidak melukai.
Diantaranya terdapat kisah, ada hanya membuat resah.
Yang terpikir jauh, dalam, panjang bahkan tidak sampai.
Tersesat bahkan sering kali samar menyertai.
Mengerti dengan sendiri, mencoba tawar menawar.
Terus seakan tidak mengerti lagi arti.
Menggali seakan harapan semudah pengungkapan.
Telah sampai tapi belum mencukupi walau tertutupi.

Apalagi yang akan dicari? Mimpi tak kunjung berhenti sampai mati. Bahkan harapan hampir tercapai perlahan.
Ada yang kurang? Berbisik belum berisik hanya saja mengganggu perjalanan pulang.
Untuk apa dikatakan itu? Pulang belum sempurna sama saja.
Bukan saat ini, pergilah mencari atau mungkin berdiri menegapkan diri yang mulai lemah.

Lagi lagi, diri hanya berkicau sehingga terlihat risau. Mereka tidak paham untuk sekedar melihat ada hal yg belum padam. Tenang, tidak berkobar namun membara. Hanya saja jika tertetesi saja, diri tidak sanggup mengimajinasi.

Banyak yang bilang apalagi? Untuk apa? Diri masih lemah melangkah, masih lunglai memulai, masih ragu melaju. Perkataan seakan mudah, memberi celah penikmat keindahan fana. Diri tidak ingin abadi, hanya saja mengabdi bukan hanya dengan yg berbudi. Tapi, mengabdi pada diri dengan terus berlari, walau mimpi telah tertumpuk dalam pelarian itu sendiri.

Dalam proses, hasil kadang hilang timbul. Mengekang, menetap pada keadaan yang tak kuasa tertahan. Ini perintah atau sekedar ujian yang mengarah pada kesejatian. Seperti itu, terbayang dengan tumpukan mimpi keindahan. Adakah hasil yang buruk? Hingga proses tidak lagi sejajar dengannya.

Dalam keadaan, saat terlihat lebih mengerti dan memahami. Padahal hati perlu mengilhami, padahal diri perlu mencari diri. Hingga ketika telah sempurna, diri akan pulang dengan membawa yg pernah hilang. Kalaupun tidak, itu berarti diri sudah bijak menyikapi.