5/06/2016

Surau Sekarang~

Panas terik begitu menarik perhatian
Ragu menoleh kearahnya.
Perih terasa menggores pandangan.
Melaju sambil merunduk kepalanya.
Mengganggu sedikit perjalanan.
Bias pancaran silaunya.
Diam diam merusak pikiran.

Rindu dia bilang.
Hujan tak kunjung datang.
Risau mata memandang.
Menunggu sipetualang.
Apakah dia lupa jalan pulang?
Ataukah ada diantara penghalang.

Suraumu sepi tak bertuan.
Meraung tak ada yang mendengar jeritan.
Bisiknya lemah menusuk pikiran.
Lirih dianggap hanya tempat keluhan.
Terdengar kata ingin bersamamu dan kawan.
Mengkaji dan menyetor hafalan.
Namun kita hanya terus berjalan.

Musim memang benar berganti.
Rasanya rindu itu hanya candu.
Mengajak sekedar tanpa ayuhan bukti.
Lalu hilang bagai angin menghapus debu.
Risih mengucek mata debu bertepi.
Tapi terus melaju hingga tabu.

Apa kau tidak butuh hujan?
Bukan dengan itu kau akan berteduh?
Merdu syahdu suara setiap pekan.
Mengharap hujan menghapus rindu.
Apa kau tidak takut hujan?
Petir menyambar, angin bertiup gaduh.
Namun kau tenang dalam pelajaran.
Membaca Alquran dan terus mengadu

Saya rindu, surau pun begitu.
Musim ini akan berlalu.
Sampai hujan juga rindu padaku.
Itulah kehidupan, sekarang tak seperti dulu.
Dan bagaimana mensyukuri itu

Hujan turun, lembut menyapa sesuatu yang usang.
Aku berlari menerjang angin permulaan.
Kamu memakai bekal mengeluarkan payung.
Petualang sudah terbiasa melawan .
Dan diantara kita tidak lagi mencari
Suraupun sendiri menyediri.
Dirinya tak lagi menjadi tempat terakhir yang dicari.

No comments:

Post a Comment