Sejatinya kebenaran
hanya milikNya, Sejatinya kesempurnaan hanya milikNya. Sekalipun usaha
mengiringi setiap proses yang tidak mudah, sekalinya tak ada kehendak maka tak
sampailah pada kebaikan yang diinginkan melainkan kebaikan yang dibutuhkan.
Apakah dengan berbagi
menjadian hati menjadi dengki? Bukankah berbagi adalah hal menyenangkan bagi
yang merasakan. Bukannkah dengan berbagi menjadi diri merasa bersyukur atas
kelimpahan. Tapi, kenapa dalam kesempatan ini berbagi menjadikan diri semakin
bersalah. Kenapa berbagi semakin menusuk lebih dalam tentang arti diri.
Perasaan tidak pernah
membohongi diri yang lemah menyadari keadaan. Mungkin serba salah hanya dalam
pengambilan kesimpulannya saja. Ketika resiko terburuk diambil dalam masalah
yang berbeda. Meski setiap apapun memiliki kebaikan walau setitik.
Hanya diri ini saja
yang merasa, semakin melebarkan pelukan justru mengurangi keeratan sebelumnya,
karena meyakini ketidakmungkinan diri tidak membutuhkan orang lain. Tersadar
ketika mereka menanyakan seakan kebaikan yang dilewati dengan pelukan yang erat
mulai merenggang dengan adanya tambahan kuantitas didalam pelukan itu. Kenapa
harus bertanya? Seakan setiap hal perlu dipublikasikan disetiap momennya
persahabatan. Seakan apapun itu dinamakan persahabatan yang baik jika
pengetahuannya lebih detail dipahami.
Apakah berbuat baik
pada siapapun itu perlu pamrih yang selalu ditagih. Walaupun penyindiran itu
samar terdengar, namun menyadarkan. Apakah
berbuat baik pada apapun itu perlu bayaran dalam penawaran. Walaupun ungkapan
itu mulai ada namun tak berada.
Bukankah persahabatan
selalu menghargai pertemanan, dengan apapun dan siapapun nanti, biar waktu yang
menyeleksi. Pemantasan itu hanya pada diri selayaknya menjadi yang terbaik
dalam ceritanya kita bukan aku atau kamu. Kita memang buruk mengenal sebatas
kisah yang kita alami terasa sama seakan solusi terbaik pada pengalaman
terbaik, namun melupakan hal yang sebenarnya malah membalikan sikap yang
seharusnya dijauhi.
Kita ini apa? Sejak kapan
keformalan teman atau sahabat itu ada? Sejak kamu mengatakan hal yang begitu
menggucang perasaan. Seakan aku berfikir dua kali untuk penganggapan. Kamu itu
bukan hanya kamu, kamu berarti majemuk, berarti luas.
Tidak ada yang salah
dalam kesempatan ini. Bukankah resiko terbesarnya hanya kita yang mengambilnya
dengan bagian terburuknya. Saya yang tidak merasa pantas dijadikan yang terbaik
sebagai teman apalagi sahabat. Namun kalian sendiri yang membuka diri bahwa bukan
untuk saat ini kita merasa dalam keeratan yang sesungguhnya, mungkin lain
kesempatan.
Diri berharap seakan
masih diberi kesempatan untuk lebih mengenal arti bagian resiko terburuk itu
sehingga waktu mampu mengubah keadaan mempercayakan kamu untuk lebih dalam
memasuki hidup dalam kebersamaan walau tak harus bersama. Terima kasih atas
penganggapan yang tak pernah terduga sebelumnya, namun pemantasan itu tak baik
atas pembalasan yang diberikan pada diri.
Wallohualam bissoaf,
ada bukan berarti berada. Kebersamaan bukan berarti bersama. Keistimewaan bukan
berarti istimewa. Dan kesempurnaan bukan berarti sempurna. Bagaimana kita
memandang dan bagaimana pemantulan pemandangan itu menampilkannya. Berfikirlah dalam
perbedaan, seakan kita menjadi mereka begitupun sebaliknya. Namun kesalahan
bukan bagian terbesar saat ini. Hanya kesempatan yang tak baik bukan berarti
buruk. Dan yang merasa hanya diri bahwa serba salah hanya pada penyalahan diri
yang sejatinya selalu berkesempatan berbuat kesalahan.
No comments:
Post a Comment