Apa hakikat diri? Akan
kah diri bagian dari sendiri. Ketika dibiarkan semakin mengusik membisikan hati
ada raga yang setengah pergi. Ketika dirasakan semakin mengecewakan hati ada
jiwa yang setengah sempurna. Ketika diikuti semakin menusuk hati ada rasa yang
setengah berlalu.
Kenapa bergantung pada
mereka semakin mempermainkan emosi yang tak mungkin lagi tertahan. Kenapa
bergantung padaNya justru perlu melekat ketika dekat. Bagaimana ketika jauh,
akankah mereka yang berusaha mengerti hanya sekadar ingin mengikuti tanpa hati.
Akan kah Dia memerlukan perlekatan juga ketika jauh walau menyapanya pun ragu
dalam setiap kewajiban.
Dari dulu, kesadaran
mungkin baru mengerti seakan tak ada dulu ketika sekarang. Menikmati sekarang
tanpa merencanakan perubahan pada hari berikutnya adalah omong kosong belaka.
Menikmati bukan tidak boleh, karena yang berlarut itu tidak baik.
Ketika dibawah rasanya
melihat keatas merasa diri selalu kurang dalam kesombongan, hanya membawa diri
dalam keadaan yang selalu disendirikan. Ketika diatas melihat kebawahpun tak
mampu hanya sekedar menoleh pun tidak, hanya berakhir pada pengabaian yang
diiringi benci seakan pernah melewati.
Bagaimana cara melawan
keadaan yang tak seperti selayaknya sehingga penerimaan itu jatuh pada
keikhlasan hati. Bagaimana cara menghargai keberadaan diri yang belum sempat
dihargai dalam kesempatan yang lain. Inilah hidup, dan hidup inilah yang tidak
pernah terfikir dalam rencananya manusia namun terpikir dalam RencanaNya yang
Maha Kuasa.
No comments:
Post a Comment